Perjalanan Menyingkap Teka-Teki - Part 1

2 komentar
Image by AI Image Gen

Kedua kakinya yang tengah berdiri di depan jendela kafe itu akhirnya merasakan kelegaan. Kurang lebih setelah lima jam lamanya berkutat di dalam kafe, mondar-mandir antara dapur dan meja makan, sekarang Diva akhirnya mampu menghirup udara segar. Pikiran yang tadinya sumpek karena tekanan dan ruangan yang tak bebas itu akhirnya bisa merasakan kebebasan.

Meski jarum jam telah menunjukkan pukul 00.20, namun keadaan jalan di malam hari tak kalah ramainya seperti di siang hari. Mungkin karena ibu kota provinsi, wajar saja bila kondisinya masih banyak orang dan kendaraan yang berlalu lalang. Meski begitu, mahasiswi yang kini tengah menempuh kuliah di semester lima itu tetap waspada. Ia tetap berjaga-jaga dari hal-hal di luar dugaannya. Sebab, orang-orang yang berlalu lalang di kota ini tak pernah peduli terhadap perkara orang yang tak mereka kenali.

Ia berjalan cepat menuju ke terminal yang letaknya tidak jauh dari tempat kerja sampingannya. Selain takut diikuti oleh orang yang tidak dikenal, Diva juga takut ketinggalan bus yang bertujuan ke wilayah kos-kosannya. Jika ia ketinggalan, tentu saja ia harus menunggu empat jam lagi di terminal. Karena bus yang bertujuan ke Kijang itu akan ada lagi di jam 4 nanti.

"Alhamdulillah, sudah sampai," gumamnya dalam posisi duduk di atas kursi yang ada di dalam bus. Meski sudah tengah malam, namun isi dalam bus tetaplah ramai. Kelihatannya sih, kebanyakan para pekerja. Entah pekerja pabrik, rumah makan, ataupun tempat lain. Diva pulang sendirian, sebab rekan-rekan kerjanya tidak ada yang tinggal di tempat yang sama sepertinya.

Selama perjalanan, keadaan di dalam bus menjadi remang-remang. Jadi, para penumpang hanya mengandalkan lampu-lampu kota yang memang sudah dipasang di sepanjang jalan. Keadaan seperti itu tentu saja selalu menggodanya untuk terlelap. Raganya memang telah menyatakan lelah. Namun, logika menahannya untuk tidak lengah.

"Jangan lengah Div, ini di kota. Bisa berakibat fatal kalau saja kamu lengah." Kalimat dari orang tuanya itu yang selalu ia lekatkan dalam isi kepalanya.

Perjalanan yang memakan waktu 30 menit itu akhirnya telah mengantarkan Diva menuju wilayah tempat tinggalnya. Setelah sopir bus menurunkannya di halte yang dekat dengan kos-kosan, ia langsung berjalan kaki dengan langkah yang cepat. Tujuannya sama seperti tadi, supaya tidak diikuti oleh orang asing dan supaya cepat istirahat.

“Assalamu’alaikum,” salam Diva sambil memukulkan pintu yang ada di depannya dengan buku jari.

“Wa’alaikumussalam,” sahut salah satu teman kosnya sambil membuka pintu.

Diva langsung meletakkan tasnya dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Ia sungguh merasa beruntung, tinggal di kos-kosan bersama teman-temannya yang senantiasa menanti kepulangan Diva. Tak dipungkiri, begadang memang sudah menjadi keseharian bagi mahasiswa. Oleh karena itu, saat Diva tiba di kos, pasti ia sering mendapati teman-temannya yang entah lagi mengerjakan tugas, nonton drama Korea kesukaan mereka, atau sekadar scrolling media sosial.

“Diva, tugas elu yang ini sudah belum?” tanya Rosa kepada Diva.

“Sepertinya sudah. Tapi coba aku cek lagi.” Diva menyalakan laptopnya untuk mengecek kembali apakah tugasnya sudah ia kerjakan atau belum.

“Kamu tuh Diva, kerja saja masih bisa menuntaskan tugas tepat waktu,” ucap Alysa dengan nada lelah yang saat ini dalam posisi rebahan sambil memainkan gadgetnya.

“Habis kalau enggak begitu, mau bagaimana lagi dong? Ya, aku harus pandai-pandai mencari waktu kosong lah untuk mengerjakan tugas. Alhamdulillah sudah kelar. Jadi, pas kerja sudah enggak kepikiran sama tugas.”

“Kecuali kalau tiba-tiba di kasih tugas baru sama dosen. Itu wallahualam bissawab saja deh,” ucap Diva dengan raut setengah putus asa.

“Tenang saja Div, insyaAllah kami akan selalu membantu kamu kok. Kan kamu memang bekerja supaya tidak membebankan orang tuamu di kampung sana, kan? Percayalah, kalau niat kamu baik, pasti ada saja jalannya.” Rosa menyemangati Diva—sosok yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri—yang matanya sudah terlihat seperti mata panda.

“Dah hebat lah kamu itu Div. Sudah, jangan overthinking terus. Kalau tugasmu sudah selesai, kita tidur yuk. 15 menit lagi jam 2 nih.” Alysa mengajak mereka untuk bersiap-siap tidur.




Related Posts

2 komentar

  1. Mangat Diva, tp kl pulang mlm hti2 ya wsoada selalu keren tulisannya dtnggu part 2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bismillah, otw part 2 hihi. Nunggu punya bunda lita jg nih

      Hapus

Posting Komentar