Dialog Si Logika dan Si Hati

20 komentar
Source by Canva

Anggap saja jemari-jemari yang tengah menari di atas layar pipih ini adalah pion. Mereka diminta untuk menari, namun mereka tidak tahu tarian apa yang akan mereka bawakan. Sebab sang penguasanya sendiri tengah bimbang. Terpojok dalam keadaan tak berdaya.

Kini, jemari-jemari itu linglung. Akankah ia tetap menari atau berhenti. Sementara pikiran dan perasaan—selaku pemegang titah—nya saja goyah. Tidak tahu, akan dibawa ke mana anak buahnya.

Sedangkan tamu-tamu dari luar sana tak lama lagi akan tiba. Namun, mereka tak bersiap-siap. Apa jadinya, bila nanti mereka datang, namun tidak ada satu pun hiburan yang terhidang? Mereka yang tiba untuk berkunjung, pasti akan kecewa. Melihat sebuah badan yang dibangun itu seharusnya menyajikan penampilan yang terbaik. Demi menghibur para tamu yang mungkin saja belakangan ini dilanda kekacauan atau kejenuhan.

“Baiklah, aku akan meminta para jemari untuk menampilkan tarian yang telah mereka kuasai,” ucap si logika.

“Tarian itu lagi?” tanya si hati.

“Iya, sebab mau bagaimana lagi, kesempatan kita tidak banyak. Sementara tamu terus saja bertandang. Bagaimana mungkin mereka bisa mempelajarinya dalam waktu singkat? Mereka bukanlah robot yang selalu saja sigap dalam sekali perintah.” Si logika menjabarkan pendapatnya itu kepada si hati. Supaya ia mengerti, bahwasanya para jemari itu tidak bisa diperlakukan dengan semau-maunya saja. Mereka juga perlu proses untuk menjadi bisa.

Tiada sepatah kata yang terkeluar dari si hati. Benar kata logika, para jemari itu masih terlalu muda untuk melakukan yang mereka minta. Memang, si hati dan logika selalu saja meminta untuk sempurna, supaya mampu menarik citra di luaran sana. Demi menjunjung tinggi harga perusahaannya.

“Mari kita saling membahu, menyusun kembali skema yang telah dirancang beberapa hari yang lalu,” ajak si logika kepada si hati.

“Tapi, satu hari saja tidak cukup, kita harus mengambil banyak hari lagi. Apa kamu tidak ingat, kalau kita selalu berselisih setiap kali kita berdiskusi,” keluh si hati.

“Satu hari saja tidak cukup, mengingat bukan hanya ini saja yang menjadi tanggungan kita. Kita juga perlu memikirkan bagaimana pertemuan kita dengan para tamu lain...” Belum juga si logika selesai berbicara, namun sudah disanggah oleh si logika.

“Mereka memang selalu saja menginginkan performa yang terbaik dari kita. Tanpa mengindahkan betapa runyamnya proses yang kita alami. Kalau kita keliru dan ada kurangnya, mereka terus saja meracau,” sanggah si logika.

“Sudah sudah. Bukannya kemarin kita pernah meminta pertimbangan kepada puan lain yang lebih berpengalaman? Mengapa kita tidak eksekusikan saja sekarang? Daripada mengeluh mulu. Sudah tahu waktu kita tidak banyak,” ucap si logika sembari berdiri meninggalkan posisinya yang tadinya sedang berhadapan dengan si hati.

“Eh, eh. Tunggu...” ucapnya sembari bergegas mengejar langkah si logika.

 

 

 

Related Posts

20 komentar

  1. Wah keren sekali ide tulisannya, aku jd menari² menemukan mksd yg trsirat membacanya. Keren amel, bakat mnulis dan imajinasimu luar biasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah, belajar dari kak Lita juga nih

      Hapus
  2. Anak muda memang memiliki imajinasi yang out of the box. Tulisanmu di luar nalar emak-emak satu ini Kak, he-he-he

    BalasHapus
  3. Wow Amel.. tulisannya penuh makna 🥰

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah, belajar dari kak eva juga nih

      Hapus
  4. hati dan logika, kadang berseberangan kadang sejalan

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. MasyaAllah, terima kasih kak. Bljr dari kak zahro jiga nih

      Hapus
  6. Saya harus berpikir dulu ini sambil membaca....hehe...menebak nebak ke mana arah cerita nya Dek Amelia ini...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emg tak bisa dibohong ya, Tulisan mencerminkan isi pikiran. Tak tau mau dibawa ke mana ni cerita. Untuk healing aja ini😄

      Hapus
  7. Wow... Keren sekali dik amel tulisannya. Saya seperti ber lompatan bacanya, imajinasi yang begitu tinggi, seru bacanya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah, terima kasih kak. Belajar dari kakak juga

      Hapus
  8. eh iya benar, menulis kemudian menghasil tulisan adalah perintah suara hati. keren penggambaran nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah, terima kasih kak. Belajar dari kakak juga nih

      Hapus
  9. makin kesini tulisan Amel makin keren ya, q paham tulisan mu Mel. Terkadang logika langsung cepat memutuskan ya, heheheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, MasyaAllah. Belajar dari kk Maya jg nih, Terima kasih kak.

      Hapus

Posting Komentar