Anggap saja jemari-jemari yang tengah menari di atas layar pipih ini adalah pion. Mereka diminta untuk menari, namun mereka tidak tahu tarian apa yang akan mereka bawakan. Sebab sang penguasanya sendiri tengah bimbang. Terpojok dalam keadaan tak berdaya.
Kini, jemari-jemari itu linglung. Akankah ia tetap menari
atau berhenti. Sementara pikiran dan perasaan—selaku pemegang titah—nya saja
goyah. Tidak tahu, akan dibawa ke mana anak buahnya.
Sedangkan tamu-tamu dari luar sana tak lama lagi akan tiba.
Namun, mereka tak bersiap-siap. Apa jadinya, bila nanti mereka datang, namun tidak
ada satu pun hiburan yang terhidang? Mereka yang tiba untuk berkunjung, pasti
akan kecewa. Melihat sebuah badan yang dibangun itu seharusnya menyajikan penampilan
yang terbaik. Demi menghibur para tamu yang mungkin saja belakangan ini dilanda
kekacauan atau kejenuhan.
“Baiklah, aku akan meminta para jemari untuk menampilkan
tarian yang telah mereka kuasai,” ucap si logika.
“Tarian itu lagi?” tanya si hati.
“Iya, sebab mau bagaimana lagi, kesempatan kita tidak
banyak. Sementara tamu terus saja bertandang. Bagaimana mungkin mereka bisa
mempelajarinya dalam waktu singkat? Mereka bukanlah robot yang selalu saja
sigap dalam sekali perintah.” Si logika menjabarkan pendapatnya itu kepada si
hati. Supaya ia mengerti, bahwasanya para jemari itu tidak bisa diperlakukan
dengan semau-maunya saja. Mereka juga perlu proses untuk menjadi bisa.
Tiada sepatah kata yang terkeluar dari si hati. Benar kata
logika, para jemari itu masih terlalu muda untuk melakukan yang mereka minta.
Memang, si hati dan logika selalu saja meminta untuk sempurna, supaya mampu
menarik citra di luaran sana. Demi menjunjung tinggi harga perusahaannya.
“Mari kita saling membahu, menyusun kembali skema yang telah
dirancang beberapa hari yang lalu,” ajak si logika kepada si hati.
“Tapi, satu hari saja tidak cukup, kita harus mengambil
banyak hari lagi. Apa kamu tidak ingat, kalau kita selalu berselisih setiap
kali kita berdiskusi,” keluh si hati.
“Satu hari saja tidak cukup, mengingat bukan hanya ini saja
yang menjadi tanggungan kita. Kita juga perlu memikirkan bagaimana pertemuan
kita dengan para tamu lain...” Belum juga si logika selesai berbicara, namun sudah
disanggah oleh si logika.
“Mereka memang selalu saja menginginkan performa yang
terbaik dari kita. Tanpa mengindahkan betapa runyamnya proses yang kita alami.
Kalau kita keliru dan ada kurangnya, mereka terus saja meracau,” sanggah si
logika.
“Sudah sudah. Bukannya kemarin kita pernah meminta
pertimbangan kepada puan lain yang lebih berpengalaman? Mengapa kita tidak
eksekusikan saja sekarang? Daripada mengeluh mulu. Sudah tahu waktu kita tidak
banyak,” ucap si logika sembari berdiri meninggalkan posisinya yang tadinya
sedang berhadapan dengan si hati.
“Eh, eh. Tunggu...” ucapnya sembari bergegas mengejar langkah si logika.
Wah keren sekali ide tulisannya, aku jd menari² menemukan mksd yg trsirat membacanya. Keren amel, bakat mnulis dan imajinasimu luar biasa
BalasHapusMasyaAllah, belajar dari kak Lita juga nih
HapusAnak muda memang memiliki imajinasi yang out of the box. Tulisanmu di luar nalar emak-emak satu ini Kak, he-he-he
BalasHapusAduh, sa ae lo bun wkwk
HapusWow Amel.. tulisannya penuh makna 🥰
BalasHapusMasyaAllah, belajar dari kak eva juga nih
Hapushati dan logika, kadang berseberangan kadang sejalan
BalasHapusBetul banget
HapusKeren bgt tulisannya dek.
BalasHapusMasyaAllah, terima kasih kak. Bljr dari kak zahro jiga nih
HapusSaya harus berpikir dulu ini sambil membaca....hehe...menebak nebak ke mana arah cerita nya Dek Amelia ini...
BalasHapusEmg tak bisa dibohong ya, Tulisan mencerminkan isi pikiran. Tak tau mau dibawa ke mana ni cerita. Untuk healing aja ini😄
HapusWow... Keren sekali dik amel tulisannya. Saya seperti ber lompatan bacanya, imajinasi yang begitu tinggi, seru bacanya...
BalasHapusMasyaAllah, terima kasih kak. Belajar dari kakak juga
Hapuseh iya benar, menulis kemudian menghasil tulisan adalah perintah suara hati. keren penggambaran nya
BalasHapusMasyaAllah, terima kasih kak. Belajar dari kakak juga nih
Hapusmakin kesini tulisan Amel makin keren ya, q paham tulisan mu Mel. Terkadang logika langsung cepat memutuskan ya, heheheheh
BalasHapusAlhamdulillah, MasyaAllah. Belajar dari kk Maya jg nih, Terima kasih kak.
HapusAjarin dong aku😂
BalasHapusItu sajalah terus kak😩🤣
Hapus