Papanya Candra dan seorang rekannya itu terkejut saat
melihat keberadaan putranya dan Diva. Tidak ada pilihan lain, Candra akhirnya
memegang erat lengan bawahnya Diva. Genggamannya yang begitu kuat memaksa
raganya Diva untuk ikut melarikan diri bersama Candra.
Kecepatan berlari mereka berdua sangat cepat, sehingga
majikannya dan rekannya itu tak mampu mengejar mereka. Namun, pak Tenno tidak
berputus asa. Ia menghubungi anak buahnya untuk mencegat dua anak muda itu di lantai
bawah.
Saat mereka telah tiba di lantai pertama, anak buahnya Pak
Tenno mengerumuni mereka. Tidak ada pilihan lain, Diva dan Candra harus melawan
pasukan itu supaya bisa meloloskan diri. Meskipun lawannya Diva ini badannya
lebih besar, namun perempuan itu memberanikan diri untuk menghadapi mereka.
Diva dan Candra bertatapan, mengodekan untuk melawan 10
orang itu bersama-sama. Kerusuhan itu mengagetkan orang-orang yang tengah
menikmati suasana dan hidangan di kafe itu. Ada yang ketakutan dan ada juga
yang melihat dari kejauhan karena penasaran dengan pertarungan itu. Seorang
perempuan yang mengenakan rok dan jilbab menutup dada itu berhasil membuat para
pengunjung tercengang.
Malangnya, Diva dibuatnya kalah. Salah satu pasukan musuh memukulnya
dari belakang, membuat raga perempuan itu kesakitan dan jatuh tak berdaya. Tindakan
musuhnya membuat Candra murka. Kali ini ia bersungguh-sungguh ingin membabat
habis musuh-musuh yang ada di hadapannya itu.
Seketika perkelahian itu berhenti saat polisi mendatangi lokasi
kejadian. Candra mencegah beberapa musuh yang masih tersisa supaya tidak melarikan
diri. Tak terkecuali pak Tenno—papanya Candra—yang niatnya ingin menyelamatkan dirinya
sendiri. Namun ternyata, pihak kepolisian telah mengepung berbagai sisi di luar
ruko tersebut.
“Div, Diva.” Dengan langkah kakinya yang cepat, Rosa mencari
keberadaan sahabatnya.
“Diva, bangun Diva. Kamu enggak kena apa-apa, kan?” tanya Rosa
panik sambil menepuk-nepuk pipinya Diva.
“Tadi dia dipukul. Ayo kita bawa ke rumah sakit.” Tanpa berpikir
dua kali, Candra menggotong raganya Diva yang sudah terlengar sedari tadi.
***
“Thanks ya, sudah nolongin kita.” Candra mengucapkan
terima kasih kepada Rosa—temannya waktu mereka menjadi relawan di wilayah yang dijuluki
“Sepenggal Surga”. Ternyata, mereka berdua sudah mengenal sejak setahun yang lalu.
Rosa sebenarnya juga pernah menceritakan tentang Candra kepada Diva, namun teman
satu kosnya itu tidak terlalu mengingatnya. Padatnya rutinitas telah membuat Diva
mengabaikan hal-hal yang tak begitu penting bagi dirinya.
“Iya, sama-sama. Aku juga berterima kasih karena kamu sudah mau
menolong sahabatku.” Rosa membalasnya dengan raut yang senang.
“Alhamdulillah, misi kita lancar ya. Untung saja kamu dan pihak
kepolisian datang di waktu yang tepat.” Candra mengungkapkan kelegaannya itu.
“Tunggu, apa kamu tidak menyesal setelah melakukan semua ini?”
tanya Rosa penasaran.
“Masalah ayahku itu? Ah, enggak kok. Bagaimana ya, aku juga sebenarnya
enggak tega karena itu ayahku sendiri. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Itu kan tindakan
kriminal.”
“Salut deh sama kamu. Kamu tetap membela kebenaran, tak peduli
meskipun itu orang tuamu sendiri,” puji Rosa kepada laki-laki yang duduk di sebelahnya.
“Ini semua karena mama tiriku sih. Sejak kehadirannya di keluargaku
inilah, papa tak seperti yang kukenal dulu.” Pertanyaan Rosa ini membuat Candra
jadi mengingat kembali tentang penyebab ayahnya berubah 180 derajat. Meskipun ayahnya
dulu tidak kaya seperti sekarang yang memiliki kafe di mana-mana, namun ayahnya
tidak pernah melakukan tindakan keji. Ia adalah pengusaha yang baik dan tidak egois.
“Omong-omong, bagaimana hubunganmu dengan Diva? Kamu masih mau
melanjutkan perjuanganmu, atau sampai di sini saja? Mumpung sahabatku masih belum
peka nih. Nanti kalau sudah peka, terus kamu tinggalin kan, makin sakit hati itu
anak.” Rosa menanyakan kelanjutan hubungan mereka berdua. Ternyata, Candra pernah
mengincar Diva sejak beberapa hari setelah ia bekerja di kafe papanya. Apalagi ia
tahu bahwa gebetannya itu adalah temannya Rosa. Ia pun tak kesulitan untuk menggali
informasi tentang perempuan yang sedang diincarnya.
“Aku sudah pernah berjumpa orang tuanya di kampung halamannya,
Kendal. Meskipun alamat yang kamu kasih tahu itu tidak terlalu rinci, tapi akhirnya
aku bisa dapat.”
“Terus? Bagaimana respons mereka?” Rosa penasaran dengan kisah
temannya yang begitu nekat.
“Aku cuma silaturahmi saja kok. Almarhumah ibuku juga desanya
di sana. Mereka mengenal kakek dan nenekku,” papar Candra.
Salah satu perawat memanggil mereka berdua untuk memasuki ruangan.
Di dalam kamar pasien, Candra dan Rosa mendengarkan penjelasan dokter tentang keadaan
Diva. Orang yang ahli dalam penyakit dan pengobatan itu menjelaskan bahwa sahabatnya
itu harus melakukan pemeriksaan radiologi kepala dan leher. Sebab dokter khawatir
jika Diva mengalami gegar otak. Hal ini disebabkan karena pukulan mengenai wilayah
antara kepala bagian belakang dan lehernya.
Demi kesembuhan Diva, mereka berdua menyanggupi permintaan dokter.
Terutama Candra, berapa pun harganya ia akan membayarnya. Ia merasa bersalah akan
kejadian tadi. Tidak seharusnya ia membiarkan perempuan itu berkelahi meski memiliki
ilmu bela diri.
***
Dua bulan kemudian,
Liburan telah tiba. Diva dan Rosa berniat untuk liburan ke kampung
halaman. Kini, Diva tak merasakan lagi rasa sakit di bagian kepalanya. Hal ini dikarenakan
ia hanya mengidap gegar otak ringan. Namun, meskipun begitu, ia tetap tidak diperbolehkan
menjalani aktivitas fisik yang berat. Ia harus banyak istirahat.
Mangstap idenya. Tentang perdagangan manusia. Seru.
BalasHapusWah, seneng banget di komen kak Uta. Tencu kak, udah mampir
Hapus