“Kring... Kring... Kring...”
Suara jam bekermu berbunyi saat jarum panjang menunjukkan angka
12 dan jarum pendek menunjuk pada angka 4. Memaksamu untuk harus bangkit tuk mengerjakan
segala jenis rutinitas. Padahal, rasanya baru tadi pejam mata, eh tahu-tahunya diminta
untuk buka mata. Ia, ternyata malam tadi kamu hanya tidur 5 jam. Dan kejadian itu
terus saja berulang hingga sekarang. Padahal, kata ilmuwan setiap orang diminta
untuk tidur 7-8 jam dalam sehari semalam.
Padahal, kamu telah berpikir secerdik mungkin. Mencoba untuk
memaksimalkan setiap waktu yang ada untuk menuntaskan segala persoalan yang ada
di depan mata. Tak peduli kaki dan tanganmu menghitam akibat menggosok alas panci-panci
dan wajan-wajan. Kau tak lagi menghiraukan kuku-kuku yang kini bentuknya tak karuan.
Tak seindah dan semulus seperti dulu. Padahal kau tahu, jangatmu terlalu lemah untuk
menahan tajamnya tirta.
Saking rawannya, ada beberapa wilayah bawah—tempat berpijak—yang
tak lagi mampu bertahan. Ia menangis, mengeluarkan cairan yang mengandung plasma,
eritrosit, dan leukosit. Namun, kau tetap saja tak mengindahkan sebab situasi telah
mengharuskan.
Di saat mereka tengah berlomba-lomba demi membenahi penampilan,
kau malah tak sempat menyentuhnya. Padahal, tak lama lagi kau akan berada di depan
panggung. Namun apalah daya, orang-orang dekatmu malah tetap memberikanmu pekerjaan.
Seolah-olah mengisyaratkan untuk tak usah ke depan.
Kamu melangkahkan kaki menuju luar bilik. Ruangan yang tampak
berserakan itu selayaknya sedang menanti untuk disusun rapi. Pikiranmu memutuskan
untuk mengabaikan sejenak. Kamu tetap saja berjalan hingga tiba di ruang belakang.
Kali ini, bentuknya tiga kali lebih tak keruan jika dibandingkan dengan yang di
depan.
Rasanya, pagi tak lagi seperti yang kau harapkan. Kata mereka,
pagi hari sangat menentukan gambaran dalam
satu hari. Kalau hari itu bergambar cerah, maka pagi harinya pasti cerah. Begitu
pun sebaliknya. Sebab, awalan memang sangat berkuasa. Ia bertindak seolah-olah sebagai
raja.
Kamu telah mempelajari semua teori yang tersedia. Namun, pada
akhirnya semuanya menjadi tidak berguna. Skema itu tak berlaku untukmu yang bekerja
di bawah naungan nakhoda. Terutama nakhoda yang belum memiliki pengalaman kerja
dibidang yang tengah ia geluti.
Ragamu tak lagi indah seperti yang kau inginkan. Jam makan yang
tak menentu, makanan asal ketemu, jam olahraga mendadak musnah membuatmu tak tahu
lagi harus berkata apa.
Pola hidupmu yang buruk, membuat wajahmu tak lagi bersih seperti
dulu. Bintil-bintil kecil yang berisi lemak itu memenuhi setengah muka. Garis hitam
mengitari kedua mata, hingga terlihat bak mayat hidup. Sungguh, badanmu memang benar-benar
tak terurus.
Di hadapanmu sekarang ini, banyak pekerjaan yang harus kau lakoni
dalam satu hari ini. Bagaimana bisa didelegasikan? Sementara seorang rekan yang
berdiri di sampingmu itu tak bisa diharapkan tuk membantu. Mulutmu terlalu bosan
untuk selalu minta bantuan darinya. Sementara, ia hanya akan bergerak jika diminta,
itu pun sesuai suasana hatinya. Kalau dia merasa bosan, ia akan meninggalkannya.
Padahal, tak selamanya pergi itu bermakna bagus. Untuk saat ini,
pergi bukanlah jawaban yang tepat. Bukankah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing?
Lantas mengapa ia harus pergi begitu saja. Apa tak berpikir bagaimana keadaan kamu
yang tengah ditinggali bersama dengan seabrek pekerjaan?
Kamu benar-benar mengabaikan dirimu demi pekerjaan yang tiada
habisnya itu. Tak ada lagi satu hari yang tersisa untuk mencuci mata. Semuanya terlalu
sesak, hingga celah vakansi tak mampu memasukinya.
Bagus tulisannya pake POV 2 gitu... Keren Amel....
BalasHapusbagus Mel, lanjutkan, ditunggu ya karya indah selanjutnya
BalasHapusWohooo... good job Kak Amel. Jujurly saya belum pernah sampai finish nulis cerita pake POV kedua. Susah. Ditengah jalan suka berubah haluan jadi POV tiga, nakhodanya belum banyak ilmu, hihihi :d
BalasHapusWah harus belajar nih dari Amel buat cerita dengan POV orang kedua
BalasHapusUnik jadi bacanya ya belum bisa aku tih
BalasHapuswah.....Amel keren nih, bisa belajar nih dari Mel. Susah loh nulis POV 2 itu.
BalasHapusMantap meeeeellllπππ mau coba tp blm yakin bakal bisa nulis bgni
BalasHapusWah referensi baru nih ππ»ππ»
BalasHapusKeren banget, bisa berpikir seperti itu
BalasHapusTulisan amel bener bener keren. Semangat terus mel.
BalasHapusWaduhhh... Keren Mel tulisannya
BalasHapus