Prosa dengan Sudut Pandang Orang Kedua

11 komentar
Image by Canva

“Kring... Kring... Kring...”

Suara jam bekermu berbunyi saat jarum panjang menunjukkan angka 12 dan jarum pendek menunjuk pada angka 4. Memaksamu untuk harus bangkit tuk mengerjakan segala jenis rutinitas. Padahal, rasanya baru tadi pejam mata, eh tahu-tahunya diminta untuk buka mata. Ia, ternyata malam tadi kamu hanya tidur 5 jam. Dan kejadian itu terus saja berulang hingga sekarang. Padahal, kata ilmuwan setiap orang diminta untuk tidur 7-8 jam dalam sehari semalam.

Padahal, kamu telah berpikir secerdik mungkin. Mencoba untuk memaksimalkan setiap waktu yang ada untuk menuntaskan segala persoalan yang ada di depan mata. Tak peduli kaki dan tanganmu menghitam akibat menggosok alas panci-panci dan wajan-wajan. Kau tak lagi menghiraukan kuku-kuku yang kini bentuknya tak karuan. Tak seindah dan semulus seperti dulu. Padahal kau tahu, jangatmu terlalu lemah untuk menahan tajamnya tirta.

Saking rawannya, ada beberapa wilayah bawah—tempat berpijak—yang tak lagi mampu bertahan. Ia menangis, mengeluarkan cairan yang mengandung plasma, eritrosit, dan leukosit. Namun, kau tetap saja tak mengindahkan sebab situasi telah mengharuskan.

Di saat mereka tengah berlomba-lomba demi membenahi penampilan, kau malah tak sempat menyentuhnya. Padahal, tak lama lagi kau akan berada di depan panggung. Namun apalah daya, orang-orang dekatmu malah tetap memberikanmu pekerjaan. Seolah-olah mengisyaratkan untuk tak usah ke depan.

Kamu melangkahkan kaki menuju luar bilik. Ruangan yang tampak berserakan itu selayaknya sedang menanti untuk disusun rapi. Pikiranmu memutuskan untuk mengabaikan sejenak. Kamu tetap saja berjalan hingga tiba di ruang belakang. Kali ini, bentuknya tiga kali lebih tak keruan jika dibandingkan dengan yang di depan.

Rasanya, pagi tak lagi seperti yang kau harapkan. Kata mereka, pagi hari sangat menentukan  gambaran dalam satu hari. Kalau hari itu bergambar cerah, maka pagi harinya pasti cerah. Begitu pun sebaliknya. Sebab, awalan memang sangat berkuasa. Ia bertindak seolah-olah sebagai raja.

Kamu telah mempelajari semua teori yang tersedia. Namun, pada akhirnya semuanya menjadi tidak berguna. Skema itu tak berlaku untukmu yang bekerja di bawah naungan nakhoda. Terutama nakhoda yang belum memiliki pengalaman kerja dibidang yang tengah ia geluti.

Ragamu tak lagi indah seperti yang kau inginkan. Jam makan yang tak menentu, makanan asal ketemu, jam olahraga mendadak musnah membuatmu tak tahu lagi harus berkata apa.

Pola hidupmu yang buruk, membuat wajahmu tak lagi bersih seperti dulu. Bintil-bintil kecil yang berisi lemak itu memenuhi setengah muka. Garis hitam mengitari kedua mata, hingga terlihat bak mayat hidup. Sungguh, badanmu memang benar-benar tak terurus.

Di hadapanmu sekarang ini, banyak pekerjaan yang harus kau lakoni dalam satu hari ini. Bagaimana bisa didelegasikan? Sementara seorang rekan yang berdiri di sampingmu itu tak bisa diharapkan tuk membantu. Mulutmu terlalu bosan untuk selalu minta bantuan darinya. Sementara, ia hanya akan bergerak jika diminta, itu pun sesuai suasana hatinya. Kalau dia merasa bosan, ia akan meninggalkannya.

Padahal, tak selamanya pergi itu bermakna bagus. Untuk saat ini, pergi bukanlah jawaban yang tepat. Bukankah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing? Lantas mengapa ia harus pergi begitu saja. Apa tak berpikir bagaimana keadaan kamu yang tengah ditinggali bersama dengan seabrek pekerjaan?

Kamu benar-benar mengabaikan dirimu demi pekerjaan yang tiada habisnya itu. Tak ada lagi satu hari yang tersisa untuk mencuci mata. Semuanya terlalu sesak, hingga celah vakansi tak mampu memasukinya.

 

 

Related Posts

11 komentar

  1. Bagus tulisannya pake POV 2 gitu... Keren Amel....

    BalasHapus
  2. bagus Mel, lanjutkan, ditunggu ya karya indah selanjutnya

    BalasHapus
  3. Wohooo... good job Kak Amel. Jujurly saya belum pernah sampai finish nulis cerita pake POV kedua. Susah. Ditengah jalan suka berubah haluan jadi POV tiga, nakhodanya belum banyak ilmu, hihihi :d

    BalasHapus
  4. Wah harus belajar nih dari Amel buat cerita dengan POV orang kedua

    BalasHapus
  5. Unik jadi bacanya ya belum bisa aku tih

    BalasHapus
  6. wah.....Amel keren nih, bisa belajar nih dari Mel. Susah loh nulis POV 2 itu.

    BalasHapus
  7. Mantap meeeeellllπŸ‘πŸ‘πŸ‘ mau coba tp blm yakin bakal bisa nulis bgni

    BalasHapus
  8. Wah referensi baru nih πŸ‘πŸ»πŸ‘πŸ»

    BalasHapus
  9. Keren banget, bisa berpikir seperti itu

    BalasHapus
  10. Tulisan amel bener bener keren. Semangat terus mel.

    BalasHapus
  11. Waduhhh... Keren Mel tulisannya

    BalasHapus

Posting Komentar