Ringkasan cerita:
Suliman, seorang pemuda yang hanya tinggal bersama ibunya di
sebuah rumah reyot. Pekerjaannya sebagai penambang pasir tradisional itu acapkali
membuatnya jenuh, sebab ia selalu mendapatkan bayaran yang tidak pernah dinegosiasikan.
Harga yang ditetapkan oleh para pemilik mobil bak dan truk itu tidak sebanding dengan
keletihan yang dirasakan oleh lelaki lulusan SD itu.
Suliman dibesarkan oleh ibunya sendiri. Hal ini disebabkan karena
bapaknya telah meninggalkan mereka berdua saat usia Suliman beranjak satu tahun.
Menurut penuturan ibunya, saat itu bapaknya jatuh dari pohon kelapa yang tingginya
mencapai puluhan kilometer. Beliau memanjat tanpa disertai peralatan yang memadai.
Sebab itulah kengerian akan kecelakaan kerja terjadi pada ayahnya Suliman.
Padahal, bila mengingat tentang sosok bapaknya Suliman, raut
sedu ibunya selalu terpancar dari wajahnya yang tak lagi tampak muda. Apalagi jika
membicarakan tentang kehebatan bapaknya Suliman—seorang pemanjat kelapa yang hebat—membuatnya
berbinar seakan-akan itu menjadi kenangan manis dan pahit yang dimilikinya bersama
suaminya.
Dua minggu kemudian, tanpa mengabarkan kepada emaknya, Suliman
akhirnya menunaikan keinginannya yang selama ini ter pendamkan. Setelah membicarakan
pekerjaan dengan Jono—teman mainnya waktu kecil—Suliman jadi sangat tertarik dengan
penawaran yang dilontarkan oleh temannya itu saat pulang kampung. Kemampuan meyakinkan
orang lain yang dimiliki oleh Jono, tentu saja membuat lelaki yang bertubuh kerempeng
sejak lahir itu sangat yakin untuk meninggalkan desanya—sebagai tempat tinggalnya—dan
ibunya yang sudah tua renta.
Selama di dalam bus—perjalanan menuju kota—Suliman jadi teringat
akan berbagai kenangannya di masa kecil. Ada banyak kenangan yang ia torehkan bersama
ibunya—satu-satunya keluarga yang ia punya. Mulai dari ibunya yang menggunting kukunya,
meneteskan getah pisang saat tubuhnya terkena luka, mengantarnya ke sungai meskipun
hanya sekadar untuk membuang hajat, menemaninya saat ia ketakutan setiap menjelang
tidur dengan bercerita. Salah satu ceritanya yang ia hapal di luar kepala sampai
sekarang adalah alasan mengapa ia diberi nama Suliman.
Kata ibunya, bapaknya sengaja memberikan nama Suliman, karena
itu merupakan nama nabi. Nabi yang menjadi raja, berkuasa, disegani kelompok jin
dan manusia, dan kaya raya. Namun, ia tetap baik kepada rakyat, bahkan bersahabat
dengan semut dan binatang lain. Besar harapan orang tuanya, semoga putranya bisa
menjadi seperti nabi Sulaiman.
Sementara di desa, setelah pulang dari langgar, ibunya membuatkan
bekal untuk Suliman berangkat ke sungai. Awalnya ia berpikir, mungkin putranya itu
pergi bekerja lebih pagi karena tak menemukan raga anaknya di dalam rumah. Ibunya
pun akhirnya menitipkan bekalnya itu kepada tetangganya sekaligus teman kerjanya
Suliman.
Namun, batang hidungnya juga tetap tak kelihatan saat di penambang
pasir. Hal itu terjadi hingga sore dan hari berikutnya. Berita tentang kehilangan
Suliman pun menjadi buah bibir di setiap sudut desa. Ibunya yang mendadak sakit
akibat ditinggal oleh anaknya secara tiba-tiba itu membuat banyak masyarakat turut prihatin.
Untung saja Karti—istrinya Jono—berbaik hati untuk memberikan
kabar baik kepada ibunya Suliman. Tujuannya adalah supaya perempuan tua itu tidak
menanggung beban pikiran. Setelah mendapatkan kabar itu, ibunya Suliman perlahan
pulih.
Namun sayangnya, seminggu kemudian berita duka menimpa pada ibunya
Suliman. Putranya ditabrak saat melarikan dirinya dari cengkraman Jono yang merupakan
tangan kanan bandar narkoba di kota besar. Berkat keengganannya untuk menjadi kurir
dari barang haram itu, membuatnya harus mengantarkan nyawanya pada Sang Pencipta.
Unsur Intrinsik
1.
Tema
Penggambaran cerita tentang seorang ibu dan
anak menjadi alasan bahwa cerita ini bertemakan kekeluargaan.
2.
Alur
Rangkaian peristiwa yang terjadi dalam
cerita ini adalah alur campuran atau maju-mundur.
3.
Sudut Pandang
Penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini dibuktikan dengan
penulis menyebutkan kata dia, ia, dan nama tokoh. Kondisi inilah yang menjadikan
penulis seolah-olah sedang berada di luar cerita.
4.
Latar
Latar Tempat: Pekarangan belakang rumah, langgar, Sungai di ujung desa, rumahnya
Suliman, pematang sawah, jalan raya, kota.
Latar waktu: sore hari, pagi hari
5.
Tokoh dan Penokohan:
Suliman: protagonis
Emaknya Suliman: protagonis
Jono: antagonis
Karti (istrinya Jono): protagonis
6.
Gaya Bahasa:
Ada beberapa majas yang diselipkan dalam cerita ini. Seperti kata “tangan
kanan” yang bermakna orang kepercayaan. Kata kiasan ini termasuk dalam majas metafora.
7.
Amanat:
-
Jangan ngiler sama kekayaan orang, karena kita
tak pernah tahu bagaimana usahanya untuk mendapatkannya.
-
Hormatilah ibumu, meski terkadang ada beberapa tindakannya
yang kurang kau sukai. Sebab bagaimanapun ialah yang telah mengandung, melahirkan,
dan membesarkanmu.
Unsur Ekstrinsik:
1.
Latar Belakang Penulis
Naila Zulfa, seorang ibu pembelajar
sekaligus buruh pabrik itu adalah peserta ODOP Batch 6. Kini, ia berdomisili di
Pekalongan, Jawa Tengah.
2. Nilai-Nilai yang Terkandung
-
Nilai Agama
Berbakti kepada orang tua, terutama ibu. Karena surga ada di telapak kaki ibu
-
Nilai Sosial
Demi
kebaikan, kita harus pandai pilih-pilih teman. Karena teman yang kita pilih juga
akan berperan besar dalam membentuk kepribadian kita.
Woho ... Ka Amel ... ulasannya keren. Penuturan instrinsiknya detail. Jadi calon pembaca cerpen bisa tau benang merah dari ceritnya.
BalasHapusSi rakyat nusantara paling bontot ini makin keren tulisannya .... :)
Amel...... kok q sedih ya baca ulasanmu ini, apalagi tentang ibu. Gak tahu deh harus bilang apa nih klo bicarain ttg ibu.
BalasHapusWahhhh... Lengkap ngulasnya... Keren Mel...jadi penasaran sama cerpennya
BalasHapusWah pinisirin cerpennya, kemarin krn padatnya lalulintas akuh nggak smpet nyari, yang nemu lgsg klik liak gmbrnya lgsung baca dan coba diulas
BalasHapusbagus Amel ulasannya lengkap, terbayang bagaimana cerpennya
BalasHapusdetail banget loh keren
BalasHapusAmel kereen ulasannya. Detail banget
BalasHapusTulisannya bener² keren mel.
BalasHapusUlasannya cukup detail ya, jadi seakan kita sudah baca lengkap. Kerennn amel..
BalasHapusaku jadi sedih memikirkan masib ibu Suliman
BalasHapusTernyata beneran ngulas cerpenku to Mel, terimakasih yak, Si ragil di Nusantara.
BalasHapusSukses selalu Amel untuk tulisan-tulisannya, semoga ke depan bisa menjadi penulis besar yang berdampak dan memberikan positif vibes. Semangat....