Ulasan Cerpen Suliman

11 komentar

Cerpen yang berjudul Suliman karya Naila Zulfa ini menceritakan tentang kehidupan Suliman dan ibunya di desa. Latar tempat, kondisi sosial, hingga dialek berbicara yang dituliskan penulis yang seolah-olah seperti di pedesaan.

Ringkasan cerita:

Suliman, seorang pemuda yang hanya tinggal bersama ibunya di sebuah rumah reyot. Pekerjaannya sebagai penambang pasir tradisional itu acapkali membuatnya jenuh, sebab ia selalu mendapatkan bayaran yang tidak pernah dinegosiasikan. Harga yang ditetapkan oleh para pemilik mobil bak dan truk itu tidak sebanding dengan keletihan yang dirasakan oleh lelaki lulusan SD itu.

Suliman dibesarkan oleh ibunya sendiri. Hal ini disebabkan karena bapaknya telah meninggalkan mereka berdua saat usia Suliman beranjak satu tahun. Menurut penuturan ibunya, saat itu bapaknya jatuh dari pohon kelapa yang tingginya mencapai puluhan kilometer. Beliau memanjat tanpa disertai peralatan yang memadai. Sebab itulah kengerian akan kecelakaan kerja terjadi pada ayahnya Suliman.

Padahal, bila mengingat tentang sosok bapaknya Suliman, raut sedu ibunya selalu terpancar dari wajahnya yang tak lagi tampak muda. Apalagi jika membicarakan tentang kehebatan bapaknya Suliman—seorang pemanjat kelapa yang hebat—membuatnya berbinar seakan-akan itu menjadi kenangan manis dan pahit yang dimilikinya bersama suaminya.

Dua minggu kemudian, tanpa mengabarkan kepada emaknya, Suliman akhirnya menunaikan keinginannya yang selama ini ter pendamkan. Setelah membicarakan pekerjaan dengan Jono—teman mainnya waktu kecil—Suliman jadi sangat tertarik dengan penawaran yang dilontarkan oleh temannya itu saat pulang kampung. Kemampuan meyakinkan orang lain yang dimiliki oleh Jono, tentu saja membuat lelaki yang bertubuh kerempeng sejak lahir itu sangat yakin untuk meninggalkan desanya—sebagai tempat tinggalnya—dan ibunya yang sudah tua renta.

Selama di dalam bus—perjalanan menuju kota—Suliman jadi teringat akan berbagai kenangannya di masa kecil. Ada banyak kenangan yang ia torehkan bersama ibunya—satu-satunya keluarga yang ia punya. Mulai dari ibunya yang menggunting kukunya, meneteskan getah pisang saat tubuhnya terkena luka, mengantarnya ke sungai meskipun hanya sekadar untuk membuang hajat, menemaninya saat ia ketakutan setiap menjelang tidur dengan bercerita. Salah satu ceritanya yang ia hapal di luar kepala sampai sekarang adalah alasan mengapa ia diberi nama Suliman.

Kata ibunya, bapaknya sengaja memberikan nama Suliman, karena itu merupakan nama nabi. Nabi yang menjadi raja, berkuasa, disegani kelompok jin dan manusia, dan kaya raya. Namun, ia tetap baik kepada rakyat, bahkan bersahabat dengan semut dan binatang lain. Besar harapan orang tuanya, semoga putranya bisa menjadi seperti nabi Sulaiman.

Sementara di desa, setelah pulang dari langgar, ibunya membuatkan bekal untuk Suliman berangkat ke sungai. Awalnya ia berpikir, mungkin putranya itu pergi bekerja lebih pagi karena tak menemukan raga anaknya di dalam rumah. Ibunya pun akhirnya menitipkan bekalnya itu kepada tetangganya sekaligus teman kerjanya Suliman.

Namun, batang hidungnya juga tetap tak kelihatan saat di penambang pasir. Hal itu terjadi hingga sore dan hari berikutnya. Berita tentang kehilangan Suliman pun menjadi buah bibir di setiap sudut desa. Ibunya yang mendadak sakit akibat ditinggal oleh anaknya secara tiba-tiba itu membuat  banyak masyarakat turut prihatin.

Untung saja Karti—istrinya Jono—berbaik hati untuk memberikan kabar baik kepada ibunya Suliman. Tujuannya adalah supaya perempuan tua itu tidak menanggung beban pikiran. Setelah mendapatkan kabar itu, ibunya Suliman perlahan pulih.

Namun sayangnya, seminggu kemudian berita duka menimpa pada ibunya Suliman. Putranya ditabrak saat melarikan dirinya dari cengkraman Jono yang merupakan tangan kanan bandar narkoba di kota besar. Berkat keengganannya untuk menjadi kurir dari barang haram itu, membuatnya harus mengantarkan nyawanya pada Sang Pencipta.

Unsur Intrinsik

1.      Tema

Penggambaran cerita tentang seorang ibu dan anak menjadi alasan bahwa cerita ini bertemakan kekeluargaan.

2.       Alur

Rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita ini adalah alur campuran atau maju-mundur.

3.      Sudut Pandang

Penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini dibuktikan dengan penulis menyebutkan kata dia, ia, dan nama tokoh. Kondisi inilah yang menjadikan penulis seolah-olah sedang berada di luar cerita.

4.      Latar

Latar Tempat: Pekarangan belakang rumah, langgar, Sungai di ujung desa, rumahnya Suliman, pematang sawah, jalan raya, kota.

Latar waktu: sore hari, pagi hari

5.      Tokoh dan Penokohan:

Suliman: protagonis

Emaknya Suliman: protagonis

Jono: antagonis

Karti (istrinya Jono): protagonis

6.      Gaya Bahasa:

Ada beberapa majas yang diselipkan dalam cerita ini. Seperti kata “tangan kanan” yang bermakna orang kepercayaan. Kata kiasan ini termasuk dalam majas metafora.

7.      Amanat:

-         Jangan ngiler sama kekayaan orang, karena kita tak pernah tahu bagaimana usahanya untuk mendapatkannya.

-         Hormatilah ibumu, meski terkadang ada beberapa tindakannya yang kurang kau sukai. Sebab bagaimanapun ialah yang telah mengandung, melahirkan, dan membesarkanmu.


Unsur Ekstrinsik:

1.      Latar Belakang Penulis

Naila Zulfa, seorang ibu pembelajar sekaligus buruh pabrik itu adalah peserta ODOP Batch 6. Kini, ia berdomisili di Pekalongan, Jawa Tengah.

2.      Nilai-Nilai yang Terkandung

-         Nilai Agama

Berbakti kepada orang tua, terutama ibu. Karena surga ada di telapak kaki ibu

-         Nilai Sosial

Demi kebaikan, kita harus pandai pilih-pilih teman. Karena teman yang kita pilih juga akan berperan besar dalam membentuk kepribadian kita.

 

Related Posts

11 komentar

  1. Woho ... Ka Amel ... ulasannya keren. Penuturan instrinsiknya detail. Jadi calon pembaca cerpen bisa tau benang merah dari ceritnya.
    Si rakyat nusantara paling bontot ini makin keren tulisannya .... :)

    BalasHapus
  2. Amel...... kok q sedih ya baca ulasanmu ini, apalagi tentang ibu. Gak tahu deh harus bilang apa nih klo bicarain ttg ibu.

    BalasHapus
  3. Wahhhh... Lengkap ngulasnya... Keren Mel...jadi penasaran sama cerpennya

    BalasHapus
  4. Wah pinisirin cerpennya, kemarin krn padatnya lalulintas akuh nggak smpet nyari, yang nemu lgsg klik liak gmbrnya lgsung baca dan coba diulas

    BalasHapus
  5. bagus Amel ulasannya lengkap, terbayang bagaimana cerpennya

    BalasHapus
  6. Ulasannya cukup detail ya, jadi seakan kita sudah baca lengkap. Kerennn amel..

    BalasHapus
  7. aku jadi sedih memikirkan masib ibu Suliman

    BalasHapus
  8. Ternyata beneran ngulas cerpenku to Mel, terimakasih yak, Si ragil di Nusantara.
    Sukses selalu Amel untuk tulisan-tulisannya, semoga ke depan bisa menjadi penulis besar yang berdampak dan memberikan positif vibes. Semangat....

    BalasHapus

Posting Komentar