Teruntuk
Payung yang pernah meneduhi,
Terima
kasih telah melindungiku, di saat derasnya hujan menghantamku. Terima kasih telah
menemaniku, tatkala ketakutanku akan geluduk menghantui pikiranku.
Mungkin,
wujudmu yang amat monokrom itu membuatku tak pernah mengindahkan pengorbananmu.
Ya, aku tahu. Aku terlalu egois, untuk diriku sendiri. Memintamu untuk memahami
kondisiku, tapi aku sendiri tidak pernah memahami bagaimana kondisimu.
Maaf,
bila aku terlalu mengabaikan hadirmu. Aku hanya ingin, bukakanlah pintu kepadaku
satu lagi. Aku tak ingin, gara-gara tulang itu telah patah, kita tak lagi saling
bersua.
Tetaplah
di sini, aku tak ingin kau pergi. Beritakanlah kepadaku, apa salahku hingga membuatmu
pergi. Aku tak ingin berseteru, di tempat yang menurutku masih baru. Aku ingin kita
terus menjadi teman, sebagaimana ikrarku sebelum tiba di sini, yaitu meluaskan relasi.
Beritakan
kekhilafanku, tapi bukan dengan langkah ini. Kamu pergi, meninggalkan tanda tanya
besar di kepalaku. Membuatku terus saja mengulik, apa saja kesalahanku hingga membuatmu
seperti itu.
Aku akan
mengusahakan, bahwa aku akan terus berjalan. Tak peduli meskipun langkahku ini tak
mampu sekencang kuda berlari. Aku hanyalah seekor kura-kura, yang mencoba untuk
keluar dari cangkang, meskipun tahu kalau itu tidak nyaman. Aku hanyalah seekor
kura-kura, yang mencoba untuk berjalan, walaupun aku tahu, langkahku tak sebesar
kuda.
Aku tidak
menantikanmu tuk menemani, aku hanya ingin kau tak lagi menyimpan segala kebencianmu
kepadaku di dalam organ yang tak bisa kulihat.
Posting Komentar
Posting Komentar