Mempersiapkan Smart City dengan Menerapkan Konsep Digital Citizenship

Posting Komentar
Jumlah penduduk yang bermigrasi ke perkotaan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase jumlah penduduk perkotaan pada tahun 2020 sebesar 56,7%. Angka ini diprediksi akan semakin meningkat seiring bertambahnya waktu. Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas mengatakan bahwa pada 2045 nanti, urbanisasi di Indonesia akan meningkat hingga 67,1%.

Meskipun urbanisasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di perkotaan, kenyataannya banyak juga dampak buruk yang ditimbulkan. Permasalahan seperti kemacetan, menurunnya kualitas pelayanan publik jika tidak dikelola dengan baik, masalah dalam pengelolaan sampah, dan dampak-dampak lain yang akan muncul jika kota tersebut tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, sudah saatnya konsep smart city hadir sebagai solusi atas meningkatnya urbanisasi. 

Smart city atau kota cerdas adalah konsep pemanfaatan teknologi untuk mengelola kota atau melayani masyarakat, terutama dalam mengelola sumber daya secara efisien dan memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi. Konsepnya berupa penggabungan antara teknologi informasi dan komunikasi ke dalam infrastruktur atau layanan lainnya yang ada di perkotaan tersebut. Contohnya seperti ATCS Kota Bandung yang merupakan salah satu komponen dari Bandung Smart City.

Tampilan Utama ATCS Bandung

ATCS, singkatan dari Area Traffic Control System adalah sebuah sistem pengendalian lalu lintas yang berbasis website pada suatu wilayah (dalam hal ini, wilayahnya adalah Kota Bandung). Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan kinerja jaringan jalan dan mengoordinasi pengaturan lampu lalu lintas di setiap persimpangan. Ini adalah satu dari sekian banyaknya contoh penerapan smart city yang mengintegrasikan website sebagai teknologi informasi dan komunikasi ke dalam jalan dan lampu lalu lintas sebagai infrastrukturnya. Tentunya masih banyak lagi contoh lain dari penerapan smart city.

Saat ini pemerintah sedang melakukan transformasi digital secara besar-besaran, termasuk untuk di Ibukota Negara (IKN). Terhitung sejak tahun 2017-2022, sudah ada 198 kabupaten/kota yang sedang ditahap perencanaan dan pembangunan. Untuk tahun ini, pemerintah menetapkan 50 kabupaten/kota untuk berpartisipasi dalam gerakan smart city 2023.

Terlepas dari manfaat-manfaat yang ditawarkan oleh program ini, ternyata masih banyak pula tantangan yang dihadirkan oleh konsep smart city. Kondisi Indonesia yang berbentuk kepulauan menghadirkan tantangan yang memicu terhambatnya proses transformasi digital. Oleh karena itu, perlunya dukungan dan kerja sama dari seluruh pihak baik masyarakat, pemerintah daerah dan pusat, instansi swasta, dan organisasi donor atau Non Government Organization (NGO).

Tantangan-Tantangan yang Dihadapi dalam Mewujudkan Smart City

1. Privasi dan Keamanan Data

Di era digital saat ini, data pribadi bisa menjadi mangsa bagi penjahat siber (cybercrime) yang dapat mengancam keamanan kita. Identitas seperti nama, tempat tanggal lahir, alamat, hingga foto wajah yang jatuh di tangan yang tidak tepat bisa menjadi objek kejahatan seperti pencurian.

Sedangkan dalam penerapan smart city, setiap user diminta untuk memasukkan data-data pribadinya setiap kali mendaftar atau memasuki aplikasi yang akan dituju. Data-data yang telah dikumpulkan oleh sistem ini rentan diambil aliholeh pihak ketiga tanpa persetujuan yang jelas.

2. Kesenjangan Teknologi

Menilik dari wilayah geografis Indonesia yang luas dan berbentuk kepulauan, tak dipungkiri jika akses teknologi di seluruh Nusantara saat ini belumlah merata. Ini menjadi alasan mengapa penerapan smart city belum bisa diterapkan di seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Maka, cara untuk mengatasinya adalah dengan meningkatkan kesetaraan akses internet, terutama untuk wilayah-wilayah yang masih terpencil.

3. Keterbatasan Sumber Daya, Baik dari Segi Manusia maupun Finansialnya

Sebuah kota yang ditransformasi menjadi smart city pastinya membutuhkan dana yang besar, mulai dari segi teknologi, infrastruktur, hingga pelatihannya. Sama seperti pembangunan dalam sebuah perkotaan, anggaran yang terhambat dan terbatas bisa menjadi tantangan dalam menerapkan konsep smart city.

Begitu pula dengan sumber daya manusia dalam sebuah wilayah. Dalam perkembangan teknologi, keberadaan manusia memegang peranan penting sebagai pengendali atas arus teknologi. Sebagai pengendali, tentunya harus memiliki kualitas yang memadai pula.

Inilah pentingnya kita memahami digital citizenship dalam mengatasi tantangan dari implementasi smart city. Digital citizenship atau dalam bahasa Indonesianya adalah kewargaan digital merupakan norma perilaku yang tepat dan bertanggung jawab terkait dengan penggunaan teknologi informasi (dikutip dari situs resminya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia). Dari pengertian itu, maka digital citizenship adalah pedoman bagi seluruh lapisan masyarakat agar dapat menggunakan teknologi secara benar dan bertanggung jawab. Digital citizenship dibentuk untuk mewujudkan smart people, yang merupakan salah satu parameter dalam terwujudnya smart city. Hidup di era digital, mau tidak mau mengajak kita untuk harus terus belajar. Karena jika tidak, maka kita akan mengalami ketertinggalan.



Jika dirincikan lebih dalam lagi, masih banyak lagi tantangan tentang smart city. Oleh karena itu, dibutuhkannya kerja sama dari jajaran pemerintah sebagai penanggung jawab dalam merancang dan menerapkan smart city. Selain itu, perlunya kepedulian masyarakat dalam mewujudkan kelancaran smart city. Dengan mengisikan data dan memberikan umpan balik menjadi tanggung jawab dalam memastikan bahwa konsep ini dipastikan dapat berjalan dengan semestinya.

Peran anak muda juga tidak kalah pentingnya. Inovasinya tentang teknologi bisa menjadi berkontribusi dalam pengembangan solusi teknologi. Selain itu, wawasannya yang luas dapat mengajak dan mengedukasi masyarakat terkait pemanfaatan teknologi smart city.

Mewujudkan Smart City bersama Telkom University

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pemuda memiliki peran penting dalam mewujudkan smart city. Inovasi dan ide-ide segar dari pemuda sangatlah diperlukan dalam mempersiapkan smart city.

Maka, ide-ide pemuda perlu didukung dengan pendidikan yang layak, salah satunya adalah Telkom university. Salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang berperan dalam mendukung smart city. Pemberian pendidikan dan pelatihan yang disediakan dalam bidang teknologi informasi, komunikasi, dan ilmu lainnya yang mendukung pengaplikasian smart city. Selain itu, ada juga penelitian untuk mengembangkan inovatif teknologi. Seperti Bridge Structural Health Monitoring System (SHMS) yang berbasis Internet of Things (IoT). Teknologi yang berfungsi untuk memantau jembatan ini dirancang oleh Dosen Sistem Informasi Tel-U, Dr. Seno Adi Putra bersama tim dosen dan mahasiswa.

Bridge Structural Health Monitoring System


Tidak sampai di situ saja, di dalam Telkom University biasanya mengadakan seminar atau sosialisasi untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk mengetahui pentingnya teknologi ini. Di samping itu, berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan perusahaan teknologi untuk merancang dan mengimplementasikan proyek smart city. Salah satunya adalah tentang smash.id, sebuah alat monitoring proses pengelolaan sampah yang dikolaborasikan dengan Jakarta Smart City. 

Keren banget yak! Yah, meskipun belum rezeki jadi mahasiswa sana, tapi setidaknya masih banyak keunggulan dari Telkom University yang dapat kita pelajari. 




Ayo #RaihMasaDepanmu bersama Telkom University



Referensi:


Related Posts

Posting Komentar