Mengatasi Kekerasan dari Kesadaran Diri Sendiri

Posting Komentar
Esensi sekolah yang dulunya dijadikan sebagai tempat untuk menuntut ilmu kian mengabur. Istilah sekolah yang bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa kini hanya pencitraan di depan khalayak. Berita tiada henti untuk tetap menyiarkan sisi gelap pasal sekolah setiap harinya. Sebut saja tentang kekerasan.

Opini ini ditemani oleh sebuah fakta yang tertera pada data kekerasan dari Biro Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Dari data tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwasanya tingkat kekerasan yang paling banyak terjadi adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Usia tersebut merujuk ke anak-anak yang sedang menduduki bangku SD. Padahal, rentang usia tersebut berkontribusi penting dalam mendorong pembentukan self-esteem seseorang. Self-esteem inilah yang akan menjadi modal bagi mereka saat menginjakkan kaki di masa remaja.

Dalam hal ini, keluarga dan sekolah berperan penting dalam membentuk harga diri anak-anak. Saya bersyukur sekali dulu saat SD dikelilingi lingkungan yang bisa men-support secara positif. Masih ingat dulu Mbak Yuni yang semangat banget minta saya ikut lomba fashion show di mall, guru-guru SD yang meminta saya untuk ikut segala lomba mulai dari bercerita sampai lomba-lomba akademik lainnya. Ada juga Mbak Ulfi yang selalu bilang “Amel pasti menang” setiap kali saya mengadu tentang lomba yang saya ikuti. And yeah, alhamdulillah menang. Bisa jadi ucapannya Mbak Ulfi mujur banget saat itu.

Saya merasa prihatin setiap kali melihat berita kekerasan yang terjadi di sekolah. Korban dan pelakunya bisa berupa siswa maupun guru. Mulai dari kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada murid, kekerasan yang dilakukan murid kepada sesama murid, bahkan ada juga kekerasan yang dilakukan guru ke murid. Naudzubillahi min dzalik.

Padahal, Mendikbudristek sudah menjelaskan secara gamblang pada Permendikbudristek No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan pada Peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25. Peraturan baru ini bertujuan untuk memberikan definisi yang jelas pada setiap bentuk-bentuk kekerasan. Baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan lain-lain.

Mengupas Lebih Dalam Tentang Jenis-Jenis Kekerasan

Definisi kekerasan yang berasal dari KBBI adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Berdasarkan Permendikbud No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau disingkat dengan PPKSP, jenis-jenis kekerasan terbagi dalam enam kelompok, yaitu:

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dampaknya dapat dilihat dan dirasakan oleh tubuh secara langsung. Contohnya seperti pemukulan.

2. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis adalah kekerasan yang melukai mental seseorang. Meskipun tidak terlihat, tapi jika diabaikan maka akan berdampak pada kehidupan nyata. Contohnya gila.

3. Perundungan

Perundungan atau yang kita kenal sebagai bullying adalah kekerasan fisik dan psikis yang dikenakan pada seseorang secara berulang. Dampaknya adalah dapat membuat mereka terluka secara fisik maupun psikis.

4. Kekerasan Seksual

Kekerasan yang menyerang, menghina, dan melecehkan tubuh atau fungsi reproduksi seseorang. Kekerasan ini bisa dilakukan baik secara fisik, nonfisik, verbal atau kata-kata, maupun daring.

5. Diskriminasi dan Intoleransi

Perilaku seperti memilih-milih teman berdasarkan suku, agama, golongan, dan sebagainya ternyata termasuk ke bagian kekerasan. Misalnya, si A dijauhin teman-temannya karena kehidupannya bukan seperti teman-temannya yang berasal dari keluarga berada.

6. Kebijakan yang Mengandung Kekerasan

Kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah) yang menagndung unsur kekerasan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, pedoman, dan lain-lain.

Mengetahui Seluk-Beluk Penyebab Kekerasan di Sekolah

Kesenjangan ekonomi menjadi penyebab dasar kekerasan yang terjadi, baik di rumah maupun di sekolah. Bagaimana jika kesenjangan ekonomi mengenai pada sebuah keluarga? Padahal, keluarga adalah sekolah pertama bagi anaknya. Apalagi jika ia berprofesi sebagai guru di sekolah. Bagaimana ia mau menyejahterakan murid-muridnya tapi dia sendiri saja dalam kondisi tidak baik-baik saja.

Inilah tantangannya. Menjadi pendidik itu tidak mudah. Memang, ada juga guru yang professional. Mereka tidak membawakan masalah pribadi dan keluarganya ke dalam lingkungan sekolah. Tapi, apakah semua guru bisa begitu?

Gangguan kesehatan mental seseorang juga bisa menimbulkan kekerasan. Seseorang yang mengalami stress dalam jangka terlalu lama, itu bisa berdampak ke orang-orang sekitar.

Mencegah dan Mengantisipasi Terjadinya Kekerasan di Sekolah

Pemerintah juga berturut andil dalam menyediakan payung hukum atas permasalahan ini. Sebagai posisi teratas, negara harus bisa menjadi tempat perlindungan bagi korban dan memberantas pelaku demi memutuskan rantai kekerasan.

Namun, pemerintah saja tidak akan bisa untuk memberantas semua ini. Dukungan masyarakat dari berbagai profesi juga sangat diperlukan.

Lagi-lagi ini tentang passion. Seberapa dalam kita mengenal dengan diri sendiri dan seberapa jauh kita mendidik diri sendiri. Terutama saya yang masih sendiri. Ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk mencintai diri sendiri sepuas-puasnya. Mencari tahu ke bidang yang saya sukai. Sehingga kita bisa memilih untuk melakukan hal-hal yang sejalan dengan kegemaran saya. Jangan sampai melakukan sesuatu karena mengejar keuntungan atau karena kepengen lihat orang yang sukses, jadinya malah membawa penyakit untuk diri sendiri dan merefleksikannya ke orang lain.

Karena seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tumbuh kembang setiap anak tidaklah bisa dilepas begitu saja oleh orang tua. Mereka perlu didikan, supaya bisa menyeimbangkan dan memilah mana dampak yang bisa mereka ambil dan mana yang harus mereka tinggalkan.

Maraknya berita kekerasan di sekolah, mengharuskan anak mendapatkan ilmu tentang kesehatan mental. Apalagi semakin majunya sebuah negara, maka semakin tinggi pula tingkat stressnya.

Related Posts

Posting Komentar