Blog Membuka Banyak Kesempatan

Posting Komentar
Memilih untuk menjadi blogger bukanlah tanpa alasan. Berawal dari overthinking atas hal-hal yang belum terjadi, alih-alih saya ditegur dengan teman saya yang mengatakan “Emangnya kamu siapa yang tahu masa depan?”. Sebuah kalimat tajam itu mengubah paradigma saya untuk tidak lagi jatuh pada kesalahan yang sama.
Memilih untuk mencari kesibukan menjadi jawaban atas keresahan yang selama ini tergambarkan dalam pikiran. Mengapa harus blogger? Karena kegiatan itu bisa dilakukan di mana saja, titik. Aktivitas yang tidak menuntut saya untuk harus berada di lokasi yang telah ditentukan. Menjadi blogger juga mendukung kepribadian saya yang senang akan keheningan. Mendukung tangan saya yang katanya tidak bisa diam. Iya, tanpa disadari, selalu saja ada hal yang digerakkan dari tangan saya. Entah lah mengapa demikian.

Kesempatan untuk Memahami Diri Sendiri

Jatah hidup di dunia yang kian berkurang dan teknologi yang semakin berkembang perlahan menggerus rasa cinta akan diri sendiri. Kecenderungan untuk menuruti ekspektasi luar seringkali membuat saya lupa akan diri dan takdir hidup yang telah dititipkan oleh Yang Maha Kuasa. Ambisi diri yang begitu besar telah membuat saya abai, bahwasanya setiap orang memiliki lahan hidupnya masing-masing.

Blog berkontribusi besar dalam proses memahami diri sendiri. Bertemu dan membaca tulisan milik orang lain seolah-olah mengisyaratkan bahwa saya tidak sendiri. Huruf demi huruf cerita yang mereka rangkai, berhasil melebarkan pandangan saya. Bermula dari hanya melihat dari satu sisi, kini saya bersikeras untuk mencoba melihat dari banyak sisi.

Berkat blog, sedikit demi sedikit saya mulai menemukan kepingan bidang yang saya minati. Meskipun kepingan-kepingan itu belum utuh. Masih banyak kepingan lain yang belum ditemukan. Namun, sedikit kepingan itu setidaknya mampu menjadi penerang atas kegundahan yang dirasakan. Minimal sedikit kepingan tadi mampu dijadikan bahan tuk bersyukur, karena bagaimana pun itu merupakan progres hari ini dibandingkan kemarin.

Tidak dipungkiri, bayangan keraguan akan tetap menghantui angan. Sesimpel, “bener engga ya langkah yang gue lalui ini?”. Sebab langkah-langkah ini terlihat cukup berlawanan dengan bidang yang difokuskan. Namun, lagi-lagi saya berkukuh dan percaya bahwa langkah demi langkah yang ditempuh ini saling berkaitan. Hal yang membuatnya berkesinambungan adalah mendukung hadirnya kemampuan belajar. Blog menuntut saya untuk belajar, sementara mempelajari teknologi juga mendidik saya untuk belajar cara belajar.

Kesempatan untuk Menyembuhkan Kecewa

Faktor berupa tuntutan dari luar ternyata tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan. Jika ditanya mengapa mau belajar, jawabannya bukan karena blog dan tuntutan akademis. Itu hanyalah implementasi, bukan argumentasi.
Sebab, belajar terlihat proses yang menjemukan. Tidak semua proses yang telah ditempuh langsung tertuang ke dalam hasil. Terkadang, jalanan terjal yang dilalui ternyata berbuah sia-sia. Tidak ada hal yang didapat selain cucuran keringat dan keletihan yang dirasa.

Maka, satu argumentasi yang cukup menguat untuk membentuk prinsip mau belajar adalah kecewa. Kekecewaan yang telah dunia berikan, menjadi alasan yang menghujam untuk terus belajar dan berbenah. Merasakan betapa sedihnya dikecewakan dan ditinggalkan oleh dunia.
Dunia pasti lupa dengan kesalahan yang telah ia torehkan. Ia tidak lagi peduli dengan diri yang tengah bersedih. Maka, daripada harus terlarut dalam kesedihan, saya harus bangkit dari keterpurukan. Saya harus mengabaikan rumput tetangga yang katanya lebih hijau. Saya harus menambal kekeliruan yang pernah tergoreskan selama ini. Jawabannya adalah dengan belajar. Menyibukkan diri sebagai jalan tuk menyembuhkan luka atas pengharapan kepada orang lain. Belajar untuk menanamkan asas bahwasanya tidak semua bunga mekar secara bersamaan.

Kesempatan untuk Belajar

Kesalahan yang lalu menjadi bahan pembelajaran supaya tidak lagi jatuh untuk kedua kalinya. Setelah memiliki argumentasi akan mengapa harus belajar, maka blog menjadi implementasi dari argumentasi tadi.

Blog bukan hanya sekadar membuat akun blog kemudian membuat tulisan di dalamnya. Mungkin itu hanya berlaku bagi mereka yang hanya ingin menjadikan blog sebagai hiburan. Namun jika berniat untuk menyeriusinya, dunia perbloggingan sangat luas dan dalam untuk dijamah. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mempelajarinya. Mulai dari ilmu teknis seperti SEO hingga ilmu nonteknis seperti kemampuan mengatur waktu.

Menjalani pilihan ini bukan berarti tidak menemui hambatan. Ada perihal yang harus saya korbankan karena padatnya rutinitas yang dijalankan. Selain menjadi blogger, saya juga harus menekuni pendidikan akademik yang tentunya merupakan pengutamaan. Belum lagi kegiatan wajib lain yang harus saya lakoni demi mempertahankan hidup di perantauan.

Hambatan itu tidaklah menjadi sesuatu yang harus dipikirkan. Masih banyak nilai-nilai positif dari blog yang saya dapatkan. Salah satunya adalah membuka banyak kesempatan. Blog berhasil membuka kesempatan untuk memahami diri sendiri, menyembuhkan kecewa akibat berharap kepada makhluk-Nya, hingga belajar yang mampu menghapus semua keterpurukan yang pernah dirasa.

Sebuah nikmat dari-Nya yang patut disyukuri. Nikmat belajar dan mendapatkan pengalaman baru. Meski awalnya harus menangis karena kecewa yang didera, tapi perlahan waktu dapat mengobatinya. Mengapa harus berlarut-larut dalam kecewa, sementara masih banyak kebaikan yang menanti untuk dijamah.

Terima kasih sudah menyadarkan saya yang keras hatinya. Alhamdulillah, Allah masih memberikan kesempatan belajar melalui kamu. Belajar bahwasanya berharap kepada manusia itu pahit.
Berkat luka dan kecewa, tumbuh alasan yang kuat mengapa saya harus berbenah.
Berkat luka dan kecewa, muncul prinsip dalam diri tuk tidak lagi menggantung kepada insan lain selain kepada-Nya.
Berkat luka dan kecewa, terbitlah kesibukan yang membuat saya tidak lagi mengganggu kehidupan orang lain.

Related Posts

Posting Komentar