Laa Taghdab - Belajar Mengendalikan Emosi dari Rasulullah

Posting Komentar

Satu bab yang paling saya sukai dari buku “Self Healing with Qur’an” adalah bab empat, yaitu Laa Taghdab yang artinya jangan marah. Mengapa favorit? Karena relate dengan kondisi pribadi yang masih lemah dalam mengontrol emosi. Maka part ini sengaja dipisahkan dari postingan sebelumnya.
“Jangan marah, maka bagimu surga” (HR. Thabrani).
Hadis ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 7374) dan Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb (no. 2749).

Hadis ini pastinya tidak asing dan tidak sulit untuk diingat, tapi faktanya masih sangat sulit diterapkan bagi saya. Mungkin sekilas pasti gampang ingat karena hadisnya tidak panjang. Tapi karena effortless untuk menghapalnya, maka saya jadi gampang lupa menggunakannya ketika menjawab persoalan-persoalan hidup.

Oleh karena itu, buku ini mengajak saya menyelami setiap kata yang disusun di dalamnya. Rasanya saya seperti dinasihatin karena benar-benar diambil dari kisah hidupnya sahabat Nabi.

So, here we go!

Ubah Mindset-mu: Jangan Asal Marah!

Berkaca dari kisah Umar bin Khattab yang bisa memosisikan rasa marah dan sabar tepat pada tempatnya. Ia yang terkenal tegas dalam membela agama Allah, sampai-sampai membuat musuh kegentaran dan setan terbirit ketakutan. Tapi siapa sangka jika dihadapan istrinya ia tertunduk diam mendengarkan. Mengapa demikian? Teman-teman bisa langsung baca bukunya langsung deh, biar tahu alasan lengkapnya.

Sikap Umar bin Khattab itu mengajarkan saya untuk selalu menempatkan pikiran baik kita. Jangan asal marah, karena tidak semua perkara dapat diselesaikan dengan amarah. Orang yang marah pastinya ia punya alasan di balik amarahnya. Maka kita perlu mencari tahu dulu nih apa penyebab yang membuat dia marah. Jika ada yang salah, maka kita dapat menyelesaikannya secara baik-baik. Karena yang buruk belum tentu buruk. Selalu ada kebaikan di dalamnya.
“Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sabarlah, Bagimu Surga!

Sebagaimana Rasulullah yang tidak pernah marah dan menyerang balik ketika diutus untuk menyembuhkan masyarakat Mekah yang sakit. Sampai-sampai sahabatnya dan Aisyah sebagai istrinya Nabi geram sendiri.

Mungkin agak sulit bagi kita untuk mencapai derajat kesabaran seperti beliau. Tapi, tidak ada salahnya jika kita mencoba menahan amarah sedikit demi sedikit. Setidaknya dengan tidak terpancing emosi, supaya dapat meraih surga sang Ilahi.

Di dalam buku karya Ummu Kalsum IQT yang disarikan dari buku ‘Islam itu Ramah bukan Marah’ menyebutkan bahwa ada lima tips Rasulullah dalam menyikapi perilaku orang bodoh yang usil saat beliau dihina. Sehingga Rasulullah selalu selow kayak di pulau, santai kayak di pantai. Sekencang apa pun kaum kafir menggonggong, sang Nabi tidak pernah membalas karena memang imannya beda kualitas.

1. Jangan Hiraukan Mereka

Para penghina biasanya akan semakin melunjak kalau kita tanggapi. Maka kita tidak perlu mengindahkan omongan mereka. Cuekin saja.

2. Maafkan Mereka

Fathu Makkah (pembebasan Kota Makkah) menjadi bukti nyata di mana Rasulullah memiliki jiwa yang lapang untuk memaafkan. Bagaimana jika pada saat itu Nabi Muhammad menyimpan dendam kepada orang-orang Mekah sebelumnya?

3. Membalas dengan Kebaikan

Kalian tahu engga dengan kisah Rasulullah yang setiap harinya menyuapi pengemis Yahudi buta itu? Padahal si pengemis itu sering mencaci dan melontarkan kalimat kebenciannya kepada Rasulullah. Tapi Rasulullah hanya diam sambil menyuapi pengemis itu. Karena buta, pengemis itu tidak tahu kalau ia hidup dari kelembutan sang Nabi, sosok yang ia caci maki.

4. Mendoakannya

Setelah dilempari batu oleh penduduk Thaif, Rasulullah duduk menepi di bawah naungan pohon rindang dengan membawa luka yang masih basah. Lalu, malaikat Jibril turun dengan rasa iba. Ia menawarkan kepada Nabi untuk meluluhlantakkan atau menimpakan gunung kepada penduduk yang jahat tersebut. Namun, sang rasul menolak dengan halus. Ia justru memaafkan dan mendoakannya. Bertahun-tahun kemudian, ternyata doa sang Nabi terijabah dan kota Thaif menjadi salah satu daerah penting dalam Islam.

5. Jangan Melakukan Hal yang Sama

Kata Irfan Amalee dalam bukunya, “Hinaan tidak membuat yang dihina menjadi hina, tetapi hanya menunjukkan kehinaan pihak yang menghina. Kemuliaan nabi kita tak seinci pun berkurang dengan hinaan. Kita tak usah panik dengan hinaan. Kita justru harus hati-hati dengan respons yang mungkin malah membuat Nabi Muhammad terhina oleh umatnya.”

Ubah Amarah Jadi Berkah

Orang saleh pada zaman dahulu pernah berkata, “Racun yang paling mematikan adalah lidah yang tajam.” Artinya orang yang hanya pandai berbicara, biasanya tak pandai memberi. Ungkapan ini juga selaras dengan kutipan dari Mbak Jihan yang diambil dari Alex Hormozi yang berbunyi, “Before you ask anything from others, focus on giving. Give give give, at one point, people will eventually ask you.”

Kita memang akan selalu dihadapkan dengan berbagai kondisi jiwa seperti marah, sedih, kecewa, ataupun resah. Namun, kita bisa menghadapi semuanya seperti yang telah dicontohkan oleh role model kita, yakni Rasulullah.

Sebelum amarah menyulut di dada yang dapat berakhir petaka, ada baiknya kita mengelola stres supaya reda dan menghasilkan kondisi yang kembali stabil. Berikut tips mengubah amarah menjadi berkah dari buku Self Healing with Al-Qur’an.

1. Melawan sifat marah dengan cara meyakinkan diri sendiri bahwa marah hanya akan membawa banyak hal negatif daripada hal positif.

2. Berwudulah, karena marah merupakan bara api dan api hanya bisa dipadamkan oleh air.

3. Saat marah, ubahlah posisi. Kalau marah dalam posisi berdiri, maka hendaklah dia duduk. Kalau marahnya dalam posisi duduk, maka hendaklah berbaring.

4. Diam dan jangan berbicara ketika sedang marah. Rasulullah juga mengingatkan, “Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Mengingat-ingat balasan pahala bagi orang yang menahan amarahnya. Gunakan tangan yang elegan untuk menutupi kedua telinga. Sehingga mereka akan lelah berkoar-koar, sementara kita berjalan dengan elegan.

Siapapun tidak akan betah karena marah bisa merusak suasana, merusak cita-cita, bahkan menjatuhkan harga diri di hadapan sesama. Orang yang pemarah akan dianggap belum dewasa karena dinilai belum mampu mengendalikan emosinya sendiri. Sementara sabar akan membuatmu menang dalam menjalani kehidupan.

Semoga tulisan ini bukan hanya sekadar motivasi, tapi juga bisa diimplementasikan oleh diri sendiri.


Referensi:

https://almanhaj.or.id/12160-jangan-marah-kamu-akan-masuk-surga-2.html

Buku Self Healing with Al-Qur’an karya Ummu Kalsum IQT

Related Posts

Posting Komentar