Review Buku Self Healing with Qur'an - Jangan Galau! Kau Tidak Butuh Liburan, Tetapi Baca Qur'an

Posting Komentar
“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)

Laa Tahzan (Jangan Bersedih)

Bilal bin Rabah, seorang budak yang berkulit hitam dan berawak kecil itu disiksa oleh majikannya. Ketika Bilal diketahui masuk Islam, Umayyah bergegas menyiksa Bilal tanpa ampun seperti bukan seorang manusia. Ia dipukuli hingga babak belur, diseret secara terpaksa melalui pasar kota, diikat di atas tanah menghadap sengatnya mentari sambil dikenakan baju besi, dicambuk dengan cemeti, hingga diletakkan sebongkah batu besar di atas dada sampai tulang iganya Bilal patah dan sulit bernapas. Namun Bilal senantiasa menggaungkan nama Allah, “Ahad… Ahad… Ahad…”

Berita penyiksaan ini terdengar sampai di telinga Abu Bakar. Ia akhirnya bergegas mendatangi dan membebaskan Bilal dari perbudakan. Karena keimanannya, Allah mengangkat derajatnya. Bahkan sampai sekarang namanya masih membumi meskipun jasadnya tenang di alam barzakh. Namanya telah terpampang di pintu surga sebagai calon penghuninya.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al-Balad: 4)

Ketika Allah belum memberikan apa yang kita inginkan, maka satu-satunya solusi yang kita butuhkan adalah sabar. Sabar sembari memperbaiki diri. Bagaimana tetap tenang di saat doa kita belum dikabulkan oleh-Nya, bagaimana tetap mengatur pola pikir supaya tetap berbaik sangka pada-Nya, bagaimana menerima dengan lapang dada bahwa apa yang kita pinta ternyata diganti dengan yang lainnya.

Laa Tabkii (Jangan Menangis)

Yasir dan sekeluarganya pindah ke Kota Mekah dengan tujuan mendapatkan istri bagi Ammar. Namun, bukan harapan cerah yang mereka peroleh. Justru mereka mendapatkan kesengsaraan karena aturan di Mekah menetapkan bahwa pendatang baru tidak memiliki hak apa pun kecuali perlindungan dari bani yang berkuasa.

Suatu hari, mereka bertemu dengan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Mereka akhirnya memutuskan untuk masuk Islam karena pancaran hidayah begitu mudah mengetuk hati mereka. Berita ini pun masuk sampai ke telinga Abu Jahal sebagai pemuka Mekah yang menjadi musuh Islam yang paling keji. Maka diseretlah mereka bertiga ke sebuah bukit kemudian diikat di batang pohon di bawah teriknya matahari. Yasir dan sekeluarganya berdiri bagaikan patung orang-orangan yang didirikan di tengah sawah untuk mengusir burung.
Yasir akhirnya pingsan terpapar panasnya matahari karena kehausan. Sumayyah menghela napas terakhir dengan cara tragis. Ia dibunuh dengan tombak tajamnya Abu Jahal dan Ammar hanya mampu menyaksikannya tanpa ikut melawan karena sama-sama dalam kondisi terikat. Ketangguhan iman dan Islam dalam dadanya menjadi kisah yang amat mengesankan dalam ingatan.

Walaupun orang-orang jahiliah menganggap keluarga Yasir menderita dan berakhir sengsara, tapi sebenarnya mereka lebih memilih surga dibandingkan dunia.

Laa Takhaf (Jangan Takut)

Nabi Musa menghabiskan masa kecilnya di istana Fir’aun. Ketika dewasa, ternyata ia terpilih oleh Allah untuk menegur Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan. Tapi bukannya sadar. Fir’aun malah berniat membunuhnya.

Selama menghadapi Fir’aun, Nabi Musa mengalami ketakutan dalam jiwanya sebanyak tiga kali. Jantungnya berdegup cepat dan hatinya bergetar hebat ketika memasuki ruang sidang Fir’aun, menghadapi ahli-ahli sihir milik Fir’aun, dan ketika dikejar oleh Fir’aun dan bala tentaranya. Namun, Allah selalu memberikan keajaiban untuk menguatkan Musa. Melalui tongkatnya Musa, ia berhasil membuat para sihir itu takjub dan merunduk sujud. Peristiwa ini dapat kita baca di QS. Thaahaa ayat 66-68.

Begitu juga dengan pertolongan Allah yang hadir ketika Musa dan pengikutnya dikejar oleh Fir’aun dan bala tentaranya. Ketika mereka telah mentok di sebuah tepi lautan yang besar, Allah memberikan sebuah ilham kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya. Dengan tongkatnya, Allah membelahkan lautan untuk memberikan jalan bagi Musa dan pengikutnya. Begitu mereka telah tiba di ujung lautan, laut tersebut tiba-tiba kembali seperti semula. Semua air yang membuka jalan tadi langsung menutup kembali, hingga menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya.
Begitu banyak keajaiban-keajaiban yang Allah titipkan. Maka, jangan takut wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya hidupmu akan aman, bersama Allah yang Menakjubkan. - hal 79

Self Healing with Qur’an

Kalau baca-baca sejarah, rasanya perjuangan yang saya lalui saat ini belum seberapa dibandingkan dengan perjuangannya Rasulullah dan sahabatnya. Itulah mengapa Mas Rifa’i bilang dalam bukunya yang berjudul “Menikmati Hidup” kalau kita tuh engga boleh iri dengan rezeki orang lain, tapi irilah dengan orang-orang yang memiliki iman yang tinggi.

“Contoh pola kehidupan yang paling baik adalah kehidupan kaum mukminin generasi awal. Yaitu mereka yang hidup pada masa-masa awal kerasulan, lahirnya agama, dan di awal masa perutusan. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang kokoh, hati yang baik, bahasa yang bersahaja, dan ilmu yang luas. Mereka merasakan keras dan pedihnya kehidupan. Mereka pernah merasa kelaparan, miskin, diusir, disakiti, dan harus rela meninggalkan semua yang dicintai, disiksa, bahkan dibunuh. Dan karena semua itu pula mereka menjadi orang-orang pilihan. Mereka menjadi tanda kesucian, panji kebajikan, dan simbol pengorbanan.” (‘Aidh Al-Qarni)

Buku yang dituliskan oleh Ummu Kalsum IQT ini bukan hanya sekadar memotivasi pembaca, tapi juga menyemangatkan kita sebagai kaum muslimin untuk senantiasa optimis dalam menghadapi kehidupan di dunia. Rasul yang hidupnya dijamin masuk surga saja masih di uji, nah kita yang belum tentu ada jaminannya kok sudah mengeluh. Plek, tampar ke diri sendiri sih.

Hampir semua insights yang ada di buku ini tuh menurut saya menarik banget. Selain laa tahzan, laa tabkii, laa takhaf, ada juga laa taghdab (jangan marah), laa taias (jangan berputus asa). Kita sebagai pembaca tidak seperti dinasihatin atau diguruin begitu saja, melainkan ada kisahnya. Sehingga, itulah alasan mengapa kita butuh Al-Qur’an. Ketika kita dekat dengan Al-Qur’an, hati kita akan tentram. Sehingga, sebenarnya healing kita tuh bukan liburan. Tapi Al-Qur’an.

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra'd: 28)

Buku ini bisa dibilang sekelumit dari sirah nabawiyah. Jadi, bagi kalian yang ingin mengenal lebih dekat tentang Rasul dan sahabat-sahabatnya dan tidak ingin yang tebal, buku ini cocok banget untuk kalian!

Semoga ulasan buku ini bermanfaat!

Judul Buku: Self Healing with Al-Qur’an

Penulis: Ummu Kalsum IQT

Jumlah Halaman: 186 halaman

Penerbit: Syalmahat Publishing

Related Posts

Posting Komentar