Bagiku, kuliah menjadi kesempatan untuk bertualangan. Ketika orang tua benar-benar melepaskan aku dengan alasan untuk menuntut ilmu, maka inilah ujianku. Ini adalah waktu untuk menerapkan semua didikan dan pengalaman yang telah aku dapatkan dengan kondisi yang berbeda dari sebelumnya.
Kalau kata dosenku saat dua tahun yang lalu, mahasiswa adalah orang tua yang tertunda. Yaps, sedalam itu sih ucapan beliau. Menjadi orang tua adalah tanggung jawab yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah dewasa, baik secara fisik, mental, maupun pikiran.
Bergabung dalam sebuah himpunan mahasiswa, komunitas, ataupun unit kegiatan mahasiswa adalah sebuah pengalaman pertamaku. Tentunya, dengan tujuan untuk menambah softskill dan wawasan yang mungkin tidak aku dapatkan selama di dalam kelas. Namun, apakah aku langsung enjoy di dalamnya?
Tentu saja tidak. Sebagai anak yang baru pertama kali mencoba, pasti ada tantangan dalam penyesuaian. Penyesuaian selama mengikuti kegiatan yang ada di luar kampus maupun di dalam kampus. Sebab, rasanya aku seperti anak yang baru belajar banget. Engga tahu apa-apa dari nol. Sehingga semuanya membutuhkan effort.
Terkadang aku merasa menyesal karena merasa terlalu banyak mengambil jobdesk yang tidak seharusnya aku kerjakan semua. Menjadi orang yang engga enakan, sehingga selalu mengiyakan setiap permintaan orang. Akibatnya, aku tidak fokus dengan prioritasku sendiri.
Namun, manusia itu makhluk sosial. Manusia memang harus mandiri, tapi era saat ini menuntut kita untuk berkolaborasi. Sehingga, stigma awal yang aku pikirkan selama ini tuh belum tentu benar. Alhamdulillah, tadi pagi aku mendapatkan pencerahan dari teman. Kurang lebih temanku bilang seperti ini, IPK itu penting. Namun, prestasi jauh lebih penting. Kalau berbicara tentang prestasi sampai ke tingkat kota, nasional, maupun internasional itu sebenarnya adalah berbicara tentang rezeki dan ilmu. Karena kita menemukan manusia yang heterogen, yang memiliki latar belakang, pendidikan, kebiasaan, dan kepercayaan yang berbeda-beda.
Dari nasihat temanku, aku juga menangkap kalau kita tuh harus mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri, kita jadi tahu kelebihan diri kita sendiri sehingga kita bisa fokus mengasah kelebihan itu. Ini juga selaras dengan apa yang dikatakan mentor minibootcamp kemarin. Ia menyebutkan bahwa salah satu tips untuk tetap semangat kuliah di Teknik Informatika adalah bergabunglah ke kegiatan-kegiatan lain yang menjadi minat kita, seperti olahraga, kesenian, jurnalistik, dan lain-lain.
Back to the topic, apakah aku menyesal karena sudah menjadi orang yang terlalu sibuk? Jawabannya iya, jika pertanyaan itu dilontarkan dalam konsidi sibuk seperti saat ini. Melihat beratnya tugas kuliah dan anggota kelompok yang aku miliki, tidak dipungkiri aku akan menjawab iya.
Namun, kembali ke dikotomi kendali. Aku tidak punya kendali untuk memusingkan anggota kelompok yang mayoritas menggantung. Itu adalah masa lalu yang sudah tidak bisa aku utak-utik lagi. Yang aku punya saat ini adalah berusaha semampu mungkin. Kalau engga bisa, coba tanya kepada yang ahli. Supaya aku juga bisa sambil belajar. Karena aku newbie, sehingga aku juga harus membutuhkan banyak pengalaman dan wawasan di bidang ini.
Sehingga, aku akan menjawab tidak jika dipikir secara matang. Ketika bertemu dengan orang baru yang berpikiran lebih dewasa, pemikiranku menjadi luas. Mulai dari Ais dan Pak Andri kemarin bilang kalau jadi orang itu jangan suka minderan karena doyan membanding-bandingkan dengan orang lain. Karena kemampuan setiap orang tuh beda-beda. Jadi jangan dibanding-bandingkan sampai membuat kita takut dan malah engga berkembang.
Posting Komentar
Posting Komentar